Anda yang putra/putrinya sedang duduk di kelas VI Sekolah Dasar (atau kls IX dan XII) pasti saat ini lagi dag dig dug. Harap-harap cemas menghadapi Ujian Nasional yang akan dilaksanakan bulan depan. Segala upaya rasanya pengen dilakukan (yang positif tentunya). Baik oleh orangtua, pihak sekolah, maupun si anak itu sendiri.
Sejak naik ke kelas VI (atau IX dan XII) mereka sudah dikondisikan untuk belajar, belajar, dan belajar. Pihak sekolah, tentunya ingin semua siswanya lulus dengan nilai memuaskan. Karena ini akan berpengaruh pada image sekolah tersebut. Segala carapun ditempuh. Mulai try out yang dilaksanakan secara kontinyu , sampai pembagian kisi-kisi soal UN. Dari sisi spiritual, sekolah juga kerap mengadakan mabit (menginap di sekolah untuk sholat lail dan berdoa bersama). Tidak ketinggalan, motivasipun disuntikkan kepada para siswa.
Lantas bagaimana dengan orangtua siswa?..Waahh..lebih panik lagi. Nggak bisa lihat si anak main atau bersanta-santai, bawaannya pengen komen melulu. "Ayo belajar! Jangan enak2an, UN sudah dekat. Kalo gak lulus gimana?"
Duhai para orangtua...
Mari sejenak kita merenung..
Memang sih, sekarang standar kelulusan dipatok cukup tinggi. Dan lulus saja belum cukup. Karena setelah itu putra putri kita masih harus berjuang memperebutkan kursi di sekolah lanjutan. Di mana persaingannya cukup ketat, apalagi untuk sekolah-sekolah favorit. (Jadi inget, tahun kemaren Efan harus bersaing dengan sekitar 930-an pendaftar sebuah SMUN di kota kami. Pagunya 330 siswa).
Sebenarnya -menurut saya-, kita tidak perlu terlalu panik kok. Karena sistem pendidikan sudah ditata sedemikian rupa. Dinas Pendidikan telah menyiapkan kisi-kisi soal UN. Kisi-kisi ini dibahas tuntas di sekolah.
Mulai semester 2, hampir tiap hari anak-anak dicekoki aneka soal dan try out. Soalnya bisa sampe ratusan lo.. Belum lagi di tempat les. Ketemu soal-soal juga. Eh, di rumah masih disuruh belajar lagi. (Padahal mereka ini sepertinya sampe hafal bentuk soal yang akan muncul di ujian nanti. Bahkan mereka juga sudah dibekali trik untuk mengisi jawaban ujian).
Nah sekarang kebayang nggak? Gimana jenuh dan capeknya. Kalau saja kita bisa melihat isi otak mereka. Barangkali kondisinya membara, atau malah kusut, mbulet dan ruwet. Atau jangan-jangan malah sudah korslet.
Mereka ini stress stadium akhir. So, rasanya tidak perlu lagi kita menambahkan stressing itu dengan kalimat yang merendahkan, mengancam, dan menakut-nakuti.
Tapi bukan berarti kita lantas membiarkan mereka semaunya sendiri tanpa usaha. Motivasi teteup dong..
Kalo kata Faiq , "Orang-orang tuh gak tahu gimana rasanya jadi kelas VI. Capek, bosen...". Hehe...sabar ya dek. Smoga upayamu dimudahkan Allah. Dan smoga ini kelak menjadi bekal untuk kebahagiaan dan keselamatan hidupmu di dunia akhirat. Aamiin.
I always pray for you..
Tidak hanya orang tua, guru pun ikut prihatian dengan apa yang terjadi pasa siswanya. Karena guru tahu siapa-siapa yang tekun dan tidak tekun. Sayangnya (sekolah tidak favorit) tidak semua murid tahu apa yang dirasakan oleh gurunya.
BalasHapus